Menyontek Lagi, Menyontek Lagi

 

Menyontek Lagi, Menyontek Lagi

Oleh : Nicholas Bayu Mahendra


Sontek. Menyontek. Di setiap ujian, di setiap tugas, bahkan di setiap waktu di sekolah. Salah satu dari sekian banyak permasalahan yang lumrah hadir di setiap sekolah dan tak ada habisnya. Lembar jawaban disontek, laporan praktikum hasil sontekan, pekerjaan rumah apalagi. Mungkin banyak dari kita yang juga melakukannya. Walaupun kita sadar bahwa kita sedang melakukan suatu perbuatan yang salah, tetapi kita tetap saja melakukannya.

            Menyontek dan menyonteki. Beberapa dari kita lebih sering melakukan salah satu dari antara kedua hal tersebut. Atau malah, kita sering melakukan dua-duanya sekaligus. Bagi sebagian orang, menyontek adalah suatu kebiasaan yang harus hadir di setiap kesempatan. Guru pengawas ujian pergi, menyontek. PR belum dikerjakan, menyontek. Tidak ikut praktikum tetapi laporan sudah harus dikumpulkan, menyontek. Namun, sisanya melakukannya ketika dalam keadaan terdesak saja. Orang-orang ini masih memiliki kesadaran bahwa menyontek adalah suatu perbuatan yang merugikan. Mereka masih bisa berpikir bahwa menyontek hanya akan merugikan diri mereka sendiri. Namun, di saat ulangan matematika tiba-tiba sudah benar-benar stuck dan lupa rumus, “Eh, persamaan lingkaran rumusnya apa?” atau “Nomor 9 yang A atau D? Eh, atau C, sih?” begitu di antaranya.

            Beda lagi dengan orang yang menyonteki. Orang-orang ini termasuk dalam golongan orang pintar di kelasnya namun bukan yang terpintar karena biasanya orang-orang terpintar di kelas sama sekali tidak mau memberi sontekan. Mereka berusaha mengelak dengan berbagai cara, “Eh, anu, belum ketemu jawabannya,” atau “Nggak tau, lupa.” Tetapi menjelang akhir waktu ujian, mereka mengumpulkan terlebih dahulu. Orang yang tadi bertanya pun hanya bisa bergumam kesal. Mereka juga merasa bahwa jika pekerjaan mereka disontek, sia-sialah kerja keras mereka dan tidak adil rasanya dengan orang yang menyontek dengan mudahnya. Namun bagi orang-orang yang masih mau menyonteki ini, memberi sontekan merupakan suatu kebanggaan bagi mereka. Mereka merasa bahwa pekerjaannya adalah yang terbaik dan kerja kerasnya tidak sia-sia karena dapat berguna bagi orang lain. Tetapi tidakkah mereka tau, sebenarnya pertolongan yang mereka berikan itu hanya akan memperburuk keadaan dari orang yang mereja tolong?

Dari 8 hasta laku yang ada, mungkin beberapa di antaranya cocok dengan topik yang sedang kita bahas kali ini. Salah satunya adalah pangerten. Dalam konteks negatif tentunya. Dari orang-orang yang masih mau memberikan tugas atau jawaban mereka, memberi sebuah sontekan kepada teman lain adalah sebuah wujud perilaku nyata akan rasa “pengertian” kita kepada orang lain. Dari sinilah beberapa dari kita menghalalkan dan meyakinkan kepada dirinya sendiri untuk melakukan perbuatan ini. Daripada mengartikan pangerten untuk sesuatu yang seperti ini, kenapa kita tidak mengartikan pangerten sebagai rasa pengertian kepada teman-teman lain yang sudah susah payah belajar siang malam untuk mempersiapkan ujian sedangkan kita hanya dengan enaknya tinggal menyalin? Bukan hanya dari murid, guru pun harus bersikap pangerten terhadap anak didiknya. Pangerten bisa dilakukan dengan cara ketika sekiranya  materi yang diberikan banyak, kurangi tugas yang diberikan, agar murid dapat mempelajari dan memahami materi yang belum mereka kuasai. Beri kelonggaran waktu antara tugas dan ulangan agar murid tidak tertekan. Untuk orang tua, jugalah pangerten terhadap anaknya, janganlah selalu menekan anak dan mengharuskan mereka untuk mendapatkan nilai yang sempurna di setiap pelajaran karena tiap-tiap anak mempunyai bakat yang berbeda, tidak melulu di bidang akademis. Hal ini dilakukan agar anak dapat belajar karena kebutuhannya, bukan karena tekanan dan paksaan. Dengan ini, pelajaran pun dapat dengan mudah dipahami oleh anak.

Menyontek juga dilakukan karena adanya kesempatan. Beberapa keputusan atau tindakan yang dilakukan oleh para guru justru memberikan peluang yang lebih besar kepada para murid untuk melakukan kegiatan ini. Contohnya yanh sedang hangat terjadi adalah ujian berbasis aplikasi Bima Soft. Ulangan dilakukan secara daring dan dikerjakan di rumah masing-masing. Beberapa siswa berkumpul di suatu tempat untuk bertukar jawaban dan mencari jawaban di internet. Beberapa yang lain mengerjakannya bersama guru lesnya. Sedangkan yang baru sadar bahwa hari ini akan diadakan ulangan, hanya bisa mengerjakan dengan pasrah dengan sesekali membuka dan mencari jawaban di internet atau pun buku. Ya, nilai hasta laku terlaksana namun dalam konteks negatif. Gotong royong. Saling membantu satu sama lain demi nilai. Nilai, nilai, nilai. Sebenarnya hanya itu yang kita kejar. Kita hanya memikirikan nilai tanpa menyadari bahwa kita juga membutuhkan ilmu untuk membangun masa depan kita. Dari pada mengartikan gotong royong dengan perbuatan seperti itu, bukankah lebih baik kita mengartikannya dengan kegiatan belajar secara bersama-sama? Menurut beberapa orang teman, belajar secara bersama-sama merupakan salah satu cara efektif untuk lebih memahami pelajaran karena kita dapat saling bertanya dan berdiskusi mengenai materi yang belum kita pahami.

Ada satu lagi unsur hasta laku yang harus kita lakukan untuk mengatasi permasalahan, yaitu ewuh pekewuh. Ewuh pekewuh dapat diartikan untuk saling menghargai satu sama lain. Hendaknya kita saling menghargai usaha dan kerja keras orang lain. Dengan begitu, kita akan merasa sungkan untuk bertanya mengenai jawaban atau pun tugas kepada teman yang lain. Menghargai juga dapat dilakukan dengan cara menghargai bapak ibu guru yang telah mendidik dan menyusun soal. Dengan begitu pula, kita sadar akan kerja keras dan usaha yang telah bapak ibu guru lakukan kepada kita.

Pada akhirnya, permasalahan tersebut dapat diatasi jika kita mau untuk saling menghargai, mengetahui baik buruknya suatu tindakan, dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi. Menyontek mungkin akan membawa kebaikan bagi kita. Namun hal itu akan berlangsung sementara. Dengan menyontek, kita tidak mendapat ilmu yang berguna bagi masa depan kita. Oleh karena itu, ayo kita terapkan hasta laku positif di kegiatan pembelajaran kita agar permasalahan menyontek dapat teratasi dan kita merasakan manfaatnya untuk masa depan kita sendiri.

           

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS PERMASALAHAN BANJIR DAN PENERAPAN SOLUSINYA MELALUI PENDEKATAN NORMALISASI DAN NATURALISASI SUNGAI

Dwika Alam Indrajati: Peran Mahasiswa dalam Gejolak Isu Sosial Politik di Indonesia

Bumi Semakin Panas