Antara Infrastruktur dan Pencemaran Lingkungan
Antara Infrastruktur dan Pencemaran Lingkungan
Akhir-akhir ini pembangunan jalan
tol sedang marak-maraknya dilakukan di Indonesia. Pemerintah melakukan pembangunan akses transportasi di sana-sini dan
menganggarkan dana bertriliun-triliun untuk pembangunan jalan tol di seluruh
pelosok negeri. Tidak hanya jalan tol saja, jalan-jalan raya antardaerah juga
sedang gencar dibangun di setiap daerah. Hal ini menyebabkan masyarakat berbondong-bondong
membeli kendaraan baru. Jumlah kendaraan
bermotor di Indonesia pun meningkat,
menyebabkan emisi gas buangan kendaraan bermotor di Indonesia bertambah yang
tentu saja berdampak buruk bagi lingkungan sekitar. Dilansir dari laman web
Badan Pusat Statistik (BPS), tiap tahunnya, Indonesia selalu mengalami
peningkatan jumlah kendaraan bermotor. Contohnya dapat dilihat dari jumlah mobil
penumpang yang ada di Indonesia. Pada tahun 2016, tercatat ada 14.580.666 mobil penumpang. Tahun 2017,
sebanyak 15.423.968, dan pada tahun 2018 terdapat 16.440.987 mobil penumpang.
Hal ini menunjukkan rata-rata peningkatan mobil penumpang di Indonesia kurang
lebih 1 juta unit per tahunnya. Walaupun statistik data mengenai
pengeluaran emisi gas buangan di Indonesia menunjukkan penurunan terutama pada
saat masa PSBB sekarang ini, dikhawatirkan hal ini di kemudian hari akan
meningkat seiring dengan berjalannya aktivitas masyarakat yang kembali normal.
Berbeda halnya dengan negara-negara
di Eropa. Alih-alih membangun jalan tol
di sana-sini dan membangun jalan raya yang hanya bisa dilalui kendaraan
bermotor, mereka mengalihfungsikan jalan-jalan tol (highway) dan jalan-jalan
raya (motorway) menjadi area yang
ramah pedestrian. Hal ini juga diimbangi dengan pembangunan
transportasi-transportasi umum, seperti bus dan kereta. Masyarakat di sana pun
juga ikut mendukung program pemerintah dalam rangka mengurangi pengeluaran
emisi gas buangan kendaraan bermotor dengan cara mengurangi penggunaan
kendaraan bermotor dan beralih ke transportasi umum serta menggunakan sepeda
sebagai kendaraan utamanya.
Ibukota negara Denmark, Kopenhagen, menjadi salah satu contoh kota di Benua Eropa yang telah menunjukkan keberhasilannya dalam mentransformasikan kotanya menjadi kota yang ramah lingkungan. Dikutip dan diterjemahkan dari artikel “Traffic Evaporation in Urban Areas”, bahwa pada tahun 1962, jalan utama Kopenhagen, Strøget, dipedestrianisasikan. Hal ini menandai awal transformasi bertahap kota Kopenhagen sampai sekarang ini. Beberapa strategi pemerintah kota Kopenhagen dalam upaya mengurangi jumlah kendaraan bermotor dan meningkatkan akses untuk pesepeda dan pejalan kaki di antaranya adalah membatasi tempat parkir kendaraan bermotor, mengurangi jumlah jalur di beberapa rute utama kota, membangun jalur pesepeda dan pejalan kaki, dan mengembangkan transportasi umum seperti kereta bawah tanah. Walaupun pada awalnya usaha pedestrianisasi ini banyak ditentang dan diragukan, pada akhirnya masyarakat mampu beradaptasi dengan perubahan ini. Kopenhagen menjadi bukti nyata bahwa usaha pedestrianisasi kota dapat dan efektif untuk dilakukan. Hal ini dapat dilihat dari data terbaru yang menunjukkan bahwa 80% mobilitas di kota ini dilakukan dengan berjalan kaki dan 14% dengan sepeda.
Gambar Rådhuspladsen (alun-alun kota) sebelum (atas) dan sesudah (bawah) transformasi pada 1966.
Mari kita bandingkan dengan
kota-kota yang berada di Indonesia. Surakarta adalah salah satu contoh
termudahnya. Berapa banyak ruang ramah pejalan kaki yang ada di kota Surakarta?
Apakah masyarakat kota Surakarta cenderung lebih memilih menggunakan kendaraan
pribadi untuk pergi ke suatu tempat? Berapa banyak transportasi umum yang dapat
kita temukan di kota Surakarta? Apakah transportasi umum tersebut memiliki
jangkauan rute ke seluruh kota Surakata? Dari pertanyaan-pertanyaan itu dapat
kita lihat bahwa fasilitas ruang ramah pedestrian dan akses transportasi umum
masih sangatlah terbatas di sebagian besar kota-kota di Indonesia.
Keberadaan jalan tol dan jalan raya
memanglah menciptakan berbagai keuntungan dalam berbagai sektor seperti sektor
ekonomi yang memudahkan pendistribusian logistik secara cepat ke berbagai
wilayah di Indonesia. Namun, di samping keuntungan-keuntungan yang diciptakan
oleh pembangunan jalan tol maupun jalan raya, terdapat beberapa dampak yang
berakibat buruk pada lingkungan. Seperti fakta yang sudah dipaparkan pada
paragraf pertama, bahwa pembangunan jalan mengakibatkan kecenderungan
masyarakat membeli dan menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda transportasi
utamanya. Hal ini berdampak pada peningkatan pengeluaran emisi gas buangan yang
berpengaruh pada perubahan iklim. Seperti yang telah kita ketahui dan telah diberitakan
di mana-mana bahwa perubahan iklim saat ini sudah kian memburuk. Hal ini sudah
seharusnya menyadarkan kita sebagai warga masyarakat dan pemerintah agar dapat
berkontribusi untuk menekan laju perubahan iklim dengan cara mengurangi
pengeluaran emisi gas buangan tidak hanya kendaraan bermotor, tetapi juga dari
gas hasil pembakaran lahan gambut yang biasanya dilakukan untuk membuka lahan
bagi pembangunan jalan baru.
Pemerintah sudah seharusnya semakin sadar di tengah keadaan dunia yang semakin terus bertumbuh ini. Bahwa pembangunan sudah seharusnya tidak melulu memperhatikan dan menitikberatkan pada faktor keuntungan ekonomi maupun politik, tetapi juga harus memperhartikan faktor lingkungan dan dampak yang diberikan pada lingkungan. Berkaca pada negara-negara Eropa, daripada anggaran dana pembangunan digunakan terus-menerus dalam pembangunan jalan-jalan raya maupun tol, ada baiknya anggaran pembangunan juga digunakan untuk mengembangkan transportasi umum yang tidak hanya dapat mengurangi kemacetan, tetapi juga turut serta mengurangi dampak kerusakan lingkungan. Niscaya dengan adanya niat dan usaha pemerintah untuk mengubah Indonesia menjadi negara yang semakin memperhatikan lingkungan, masyarakat juga lambat laun beradaptasi dan pada akhirnya mengubah gaya hidupnya menjadi masyarakat yang juga peduli terhadap lingkungan. Seperti tertulis pada artikel “Traffic Evaporation in Urban Areas”, bahwa kunci dari keberhasilan transformasi suatu kota adalah perubahan yang dilakukan secara pasti, bertahap, dan konsisten. Perubahan bertahap seperti ini akan memberikan masyarakat untuk dapat beradaptasi, untuk mengubah kebiasaan hidup dan pola pikir mereka, dari mengemudi dan memarkir kendaraan pribadi menjadi bersepeda dan berjalan kaki, dari yang tidak peduli mengenai lingkungan menjadi peduli dan memerhatikan lingkungan sekitarnya.
Biodata Penulis
Nicholas Bayu Mahendra, lahir di Karanganyar, 8 Agustus 2003. Ia sedang menjalani pendidikan menengah atasnya di SMAN 1 Surakarta. Penulis saat ini masih duduk di kelas XII. Penulis pernah memenangkan lomba membuat artikel dalam rangka memperingati HUT Smansa tahun 2019 dengan membuat artikel bertemakan “Hastalaku”. Salah satu karyanya berupa teks biografi yang dibuatnya pada tahun 2018 dapat dibaca dalam blog pribadinya, https://nichobay.blogspot.com/. Artikel ini dibuat untuk mengungkapkan keprihatinannya dan kekhawatirannya mengenai masalah pemanasan global (global warming) terutama yang disebabkan oleh emisi gas buangan kendaraan bermotor. Penulis berharap dengan dibuatnya artikel ini, dapat menyadarkan orang-orang di sekitarnya mengenai dampak buruk yang bisa ditimbulkan oleh penggunaaan kendaraan bermotor. Penulis dapat dihubungi melalui email : nichobaynicho@gmail.com.
DAFTAR RUJUKAN
Setyorini,
Virna P. 2020. “Emisi GRK Transportasi Nasional Turun Signifikan di Masa PSBB”, (online), (https://www.antaranews.com/berita
/1758953/emisi-grk-transportasi-nasional-turun-signifikan-di-masa-psbb,
diakses pada 27 Oktober 2020).
Wallström,
Margot. 2004. “Reclaiming city streets for people Chaos
or quality of life?”, (online), (https://ec.europa.eu/environment/pubs/pdf/streets_people.pdf,
diakses p ada 27 Oktober 2020).
Badan
Pusat Statistik. 2020. “Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis, 1949-2018”, (online), (https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/
view/id/ 1133, diakses pada 27
Oktober).
Saxe,
Shoshanna & MacAskill, Kristen. 2020. “Stop Building More Roads”, (online), (https://www.nytimes.com/2020/07/08/opinion/us-infrastructure- plan. html?smid=tw-share, diakses pada 27
Oktober).
Bicycle
Dutch. 2015. “Motorway Removed to Bring Back The Original Water”, (online), (https://bicycledutch.wordpress.com/2016/01/05/motorway- removed-to-bring-back-original-water/amp/,
diakses pada 28 Oktober).
Reid,
Carlton. 2020. “Bicycles And Buses Will Be Future’s Dominant Modes Of Urban Mobility, Predict 346 Transport
Experts”, (online), (https://www.forbes.com/sites/carltonreid/2020/10/09/bikes-and-buses- will-be-futures-dominant-modes-of-urban-mobility-predict-346-transport- experts/?sh=1738b48b1b03, diakses pada
28 Oktober).
Urban
Planning & Mobility (@urbanthoughts11), 30 Agustus 2020. Twitter. “How’s your city redefining its
streetscapes?”, (online), (https://twitter.com/urbanthoughts11/status/1300023933278846976?s=21,
diakses pada 28 Oktober).
Syahrianto,
Muhammad. 2019. “Transportasi Publik di Eropa Cepat Berkembang, Indonesia Bisa Tiru Ini!”, (online), (https://www.wartaekonomi.co.id/read244016/transportasi-publik-di- eropa-cepat-berkembang-indonesia-bisa-tiru-ini,
diakses pada 29 Oktober).
Komentar
Posting Komentar