Tuntulah Ilmu Sampai ke Negeri Prancis contoh teks biografi kelas X

Contoh teks biografi, yang saya buat ketika masih kelas X di bawah bimbingan Bu Yustina. Terima kasih, Bu Yustina!
Tuntutlah Ilmu Sampai ke Negeri Prancis
Beliau adalah wanita yang mengenakan jilbab berwarna biru dan mantel tebal berwarna hijau tua dengan tambahan bulu di bagian hoodielengkap dengan bawahan celana panjang berwarna hitam dan memakai sepatu berwarna coklat yang sedang berpose di depan Arc de Triomphe de l'étoile bersama kedua rekannya tersebut. Bonjour! Comment allez vouz?Kata-kata itulah yang sering diucapkannya setiap kali ia masuk ke kelas. Beliau adalah Prihartini. Beliau biasa dipanggil dengan sebutan Madame Pri oleh para siswanya dan beberapa teman gurunya. Di tengah banyaknya mata pelajaran yang tersedia untuk diampu, beliau memilih untuk mengampu mata pelajaran Bahasa Prancis. Wanita kelahiran Surakarta, 10 November 1966 ini berkata, bahwa pada awalnya beliau tidak begitu menyukai bahasa Prancis. Dulu, beliau bercita-cita menjadi seorang diplomat atau akuntan, tetapi karena gagal untuk masuk ke STAN akhirnya beliau mengambil jurusan Bahasa Prancis. Dari situlah awal mula perjalanannya untuk menjadi guru Bahasa Prancis di SMAN 1 Surakarta sampai pada saat ini. 
                       Masa kecil dari wanita berusia 52 tahun ini diwarnai dengan kesukaannya di bidang olahraga. Pada waktu duduk di bangku sekolah dasar, beliau sangat menggemari olahraga bulu tangkis. Pada saat SD, beliau mengaku jika dirinya bukanlah siswa yang pintar dalam bidang akademis karena sebagian waktunya dihabiskan untuk berlatih bulu tangkis. Pada tahun 1978, saat masih duduk di bangku kelas 5 SD, beliau maju mewakili kota Surakarta dalam Porseni SD tingkat Provinsi Jawa Tengah. Beliau pun mendapat juara harapan 1 di lomba tersebut.

                       Kecintaannya terhadap bulu tangkis sempat terhenti dikarenakan orang tuanya menyuruhnya untuk berfokus pada sekolahnya. Namun, rupanya hal tersebut tidak membuatnya berhenti dalam kecintaannya terhadap olahraga. Beliau meneruskan hobinya tersebut dengan mengikuti ekstrakulikuler bola voli dan bergabung dalam Vita, salah satu komunitas pecinta bola voli untuk perempuan di Kota Solo. Oleh karena kerja keras dan semangatnya dalam menekuni hobinya ini, beliau sering ditunjuk menjadi kapten dalam tim bola voli dalam beberapa lomba mewakili SMA-nya. Pada saat ini beliau sudah tidak aktif dalam menekuni olahraga berat karena mengalami cedera pada bagian lututnya. Alih-alih berhenti, beliau saat ini menekuni olahraga renang dan yoga.
                       Riwayat pendidikannya diawali dengan menjadi murid di SDN Kedunglumbu Solo pada tahun 1979. Dilanjutkan pada jenjang SMP, beliau menuntut ilmu di SMPN 11 Solo dan lulus pada tahun 1982. Untuk jenjang sekolah menengah atas, beliau adalah alumni SMAN 3 Solo lulusan tahun 1985. Seperti yang sudah diceritakan di atas, awalnya beliau ingin meneruskan pendidikan tingginya dengan masuk ke STAN, tetapi karena gagal, akhirnya beliau memilih untuk mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Prancis di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Yogyakarta dan lulus dengan mengantongi gelar S1 Sarjana Pendidikan.
                       Pada saat kuliah, beliau juga belum begitu menyukai jurusan yang diambilnya, yaitu Bahasa Prancis. Namun, setelah lulus dan meraih gelar S1 beliau baru menyadari oleh karena dengan pendidikannya tersebut, beliau bisa diterima bekerja sebagai Corporate Secretary  ( sekretaris perusahaan ) di PT ADCI Integrated Agribusiness Industry dengan mengalahkan 200 pelamar lainnya. 
                       Ibu dari 2 orang anak, Hagastha A. dan Ardhityo A. ini pernah mendapatkan beasiswa dari Kementrian Pendidikan Prancis dengan mendapatkan kesempatan belajar di Carel Centre de Langue Royan sebuah sekolah pendidikan bagi dewasa di kota Royan, Prancis bagian barat selama 44 hari. Di sana beliau belajar tentang bahasa Prancis langsung dari pengajar di negara Prancis. Beliau juga berkesempatan mengunjungi sekolah SMA di sana selama 2 hari. Di sekolah tersebut, beliau mewawancarai siswa tentang kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dan juga berolahraga bersama mereka. Beliau juga mempunyai kisah unik saat mengunjungi Lycée (sebutan untuk sekolah menengah atas di Prancis) tersebut. Pada saat berolahraga di sana, mereka bermain ping-pong bersama. Kebetulan beliau juga dapat bermain ping-pong. Lalu banyak dari para Lycéen (sebutan untuk murid SMA di Prancis) yang terheran-heran oleh karena kelihaiannya dalam bermain ping-pong tersebut. Bahkan beliau juga dapat mengalahkan salah satu Lycéen yang terbaik dalam olahraga ini. Beliau mengatakan pengalamannya selama mendapatkan beasiswa di Prancis sebagai pengalaman yang unforgettable, formidable, dan c’est super.
                       Kisahnya dalam menggeluti pekerjaannya dimulai dengan menjadi Corporate Secretary di PT AADCI Integrated Agribusiness Industry. Selama jangka waktu 5 tahun, yaitu tahun 1991 – 1996, beliau menekuni pekerjaan yang bertugas untuk memberi masukan dalam management  perusahaan ini. Sampai akhirnya beliau menikah pada tahun 1994 dan dikaruniai anak pertamanya pada awal tahun 1996. Tidak ingin anaknya diasuh dan dididik oleh orang lain, beliau mengorbankan pekerjaannya tersebut. Beliau pun resigndari pekerjaannya meskipun pekerjaannya itu menambah pengetahuannya dan mengembangkan kemampuannya dalam berbagai hal. “Hidup itu harus memilih,” katanya. Akhirnya beliau beralih profesi menjadi guru pada tahun 1997 sebagai guru honorer Bahasa Prancis. Barulah pada tahun 2004 beliau diangkat menjadi PNS guru Bahasa Prancis sampai sekarang ini.
                       Di dalam setiap aktivitas pastilah ada suka dan duka yang dialami, seperti halnya dengan kisah hidup Madame Pri ini. Beliau menuturkan bahwa lebih banyak suka dibanding duka dalam meniti kariernya. Beliau senang jika ada siswa yang antusias dan senang untuk belajar bahasa Prancis. “Oh, iya, Madamesedih kalau ada siswa yang kurang berempati dan kurang peka dengan keadaan lingkungan sekitar,” tuturnya kepada saya saat mewawancarai beliau. “Mungkin dengan menjadi guru, Madame bisa memberi semangat kepada murid-murid untuk tidak menyerah dalam menghadapi masalah,” tuturnya lagi.
                       Dalam menjalani segala aktivitas dalam kehidupan sehari-harinya beliau mempunyai pedoman untuk pantang mengeluh dan menyerah, selalu optimis dalam setiap aktivitas yang dilakukan, dan selalu bersyukur akan segala hal. Seperti halnya orang lain, dalam mengarungi lika-liku kehidupan beliau mempunyai tokoh yang menginspirasinya hingga menjadi guru saat ini. Mereka yang menginspirasinya adalah kedua orang tuanya, politikus asal India, Mahatma Gandhi, dan seorang wanita yang dijuluki Iron Lady dari Britania Raya sebagai satu-satunya perdana menteri wanita Britania Raya. 
                       Sebagai salah satu murid dalam kelas Bahasa Prancisnya, sudah selayaknya saya meneladani sikap dan perbuatannya. Banyak pelajaran yang dapat kita petik dari kisah hidupnya. Seperti saat beliau gagal masuk ke STAN dan akhirnya masuk ke jurusan bahasa Prancis hingga dapat menjadi guru sampai saat ini mengajarkan bahwa suatu kegagalan tidak selamanya menjadi sebuah jurang keterpurukan bagi karier seseorang, tetapi dapat menjadi sebuah awal yang baru bagi perjalanan karier seseorang. Kegagalan bukanlah suatu alasan untuk menyerah. Kegagalan bukanlah suatu alasan yang cukup untuk berputus asa. Kisahnya dalam berani untuk mengambil keputusan, berhenti dari pekerjaan awalnya yang bergaji lebih menjanjikan, demi keluarga, demi putranya, mengajarkan kepada kita bahwa seperti yang dikatakannya, bahwa hidup itu harus memilih, juga berkorban untuk seseorang yang kita sayangi dan cintai. Sampai pada kisahnya dalam menjalani pekerjaannya saat ini yang menjadi seorang guru mengajarkan tentang arti sebuah kesabaran dalam menghadapi setiap murid yang memiliki kepribadian berbeda satu dengan yang lainnya.
                       Selalu teringat dalam memori saya ketika pertama kali bertemu dengan sosok yang menginspirasi ini. Ketika kali pertama beliau memanggil nama saya dengan pelafalan bahasa Prancis yang saat itu unik dan baru bagi saya. Memanggil nama saya dengan “Nichola”. Beliau yang pertama kali mengajarkan bahasa yang saya tertarik untuk mempelajarinya. Beliau yang mengajarkan bahwa huruf ‘s’ di akhir kata dalam bahasa Prancis tidak dibunyikan. Beliau yang mengajarkan agar jangan menyerah pada suatu kegagalan. Merci beaucoup.
Nicholas Bayu Mahendra / 27 / X MIPA 1

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ANALISIS PERMASALAHAN BANJIR DAN PENERAPAN SOLUSINYA MELALUI PENDEKATAN NORMALISASI DAN NATURALISASI SUNGAI

Dwika Alam Indrajati: Peran Mahasiswa dalam Gejolak Isu Sosial Politik di Indonesia

Bumi Semakin Panas